Abstract:
Laut Natuna Utara, sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pada
tahun 2017, merupakan area yang marak dengan penangkapan ikan illegal
(Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing). Usulan “Poros Maritim Global”
yang diusung Presiden Joko bertujuan untuk pemanfaatan diplomasi maritim untuk
menyelesaikan seluruh sumber konflik di wilayah maritim Indonesia, dan IUU
fishing secara eksplisit disebutkan sebagai salah satu konflik tersebut. Tesis ini
kemudian berupaya mempelajari implementasi diplomasi maritim untuk mengatasi
isu IUU fishing pada periode pertama Presiden Joko Widodo (2014-2019) di Laut
Natuna Utara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan kerangka
teoritis Diplomasi Maritim oleh Christian Le Mière. Studi ini berpendapat bahwa
implementasi diplomasi maritim di Indonesia secara garis besar dapat
dikategorikan ke dalam tiga aktor utama: militer (Tentara Nasional Indonesia),
pasukan kepolisian (Polisi Perairan Indonesia dan Pengawas Perikanan), dan
sipil (nelayan lokal Indonesia). Masing-masing aktor berkontribusi dalam
pelaksanaan diplomasi maritim di Laut Natuna Utara. Diplomasi maritim koersif
dilakukan oleh pihak militer dan kepolisian, dengan menangkap kapal-kapal ikan
ilegal yang beroperasi di Laut Natuna Utara dan menenggelamkan kapal-kapal
ilegal setelah melalui proses hukum. Diplomasi maritim persuasif dilakukan oleh
ketiga aktor tersebut, sebagian besar melibatkan operasi, patroli, dan pelatihan
militer di Laut Natuna Utara.